Aku duduk termangu
Menatap tatapan kosong
Di luar bising knalpot
Bagai patung di museum,
Tak' ku dengar semua
Beranjak langkahkan kaki ke ruang tamu
Menenggak segelas susu
Ku nyalakan televisi dan ku dengar
polemik negeri ini
Tak' henti angin di lautan
Aku ganti saluran
Lihat kisah di balik mewah
Dia membawa buntalan
Bila dijual , uang didapat
tuk' panjangkan hidup
Aku ganti saluran,
Pindah saluran,
Dari satu sampai duabelas
Berulang-ulang
Akhirnya
Ku tekan tombol merah
Ingin keluar hirup udara
Tetapi, udara sudah kotor
Berbaring kepalaku di kasur
Terlelap dan tenang
Dengar ribut berdebat
Buka mata sedikit ku usap
Beranjak,
Ku lihat , ternyata
Pemimpin negeri ini
Lagi, berkicau
Hari ini cerah, langit biru
Tetapi , nyawaku entah kemana
pergi,
Jauh tinggalkan raga
sunyi
Blog ini di buat dengan tujuan sebagai luapan perasaan hati dan fikiran. Semoga pembaca bisa terinspirasi.
Selamat Membaca !!!! Jangan Lupa Komentarnya !! Agar dapat lebih baik dari sebelumnya .
Rabu, 28 Desember 2011
Jumat, 02 Desember 2011
Lihat Biru Langit Mereka Menjerit
Disini kita makan berlian
Mereka hanya makan umbian
Disini kita bermandikan kemewahan
Mereka hanya berbalutkan secarik kesederhanaan
Tidak terdengar amarah
Bahkan dibalas ramah
Mereka lebih kaya, ribuan batang emas pun hanya sekedip mata
Mereka menyimpan semua
Sawah berbicara kepada kita
Semburan mutiara tidak terhitung butir
Banjir rumah mereka penuh minyak
Semua mungkin hanya khayal belaka
Ketika bertatap muka dengan mereka
Hitam kulitnya dengan perut yang buncit
Biaskan pandangan kita
Langit mereka biru
Tanah mereka emas
Mereka hanya makan umbian
Disini kita bermandikan kemewahan
Mereka hanya berbalutkan secarik kesederhanaan
Tidak terdengar amarah
Bahkan dibalas ramah
Mereka lebih kaya, ribuan batang emas pun hanya sekedip mata
Mereka menyimpan semua
Sawah berbicara kepada kita
Semburan mutiara tidak terhitung butir
Banjir rumah mereka penuh minyak
Semua mungkin hanya khayal belaka
Ketika bertatap muka dengan mereka
Hitam kulitnya dengan perut yang buncit
Biaskan pandangan kita
Langit mereka biru
Tanah mereka emas
Setetes Keringat Garuda
Ada yang bersaut padaku
Tentang lelahnya punggungmu
Pikul rantai api, acuh yang kau dapati
Aku tahu tenggorokanmu haus
Haus terasa tandus
Menahan atmosfir panas
Ada yang bercerita kepadaku
Melihat kau terseok , menopang
Sayapmu luka tersayat
Aku sadar perutmu kosong
Ingin diisi keseimbangan
Ada yang membisikkan kepadaku
Paruh dan cengkramanmu tumpul
Sorot matamu hanya setajam pensil
Setiap hari kau dianggap suci , tetapi itu dahulu
Saat gagah dadamu ,ciutkan nyali dunia
Kepakkanmu getarkan semangat membara
Tentang lelahnya punggungmu
Pikul rantai api, acuh yang kau dapati
Aku tahu tenggorokanmu haus
Haus terasa tandus
Menahan atmosfir panas
Ada yang bercerita kepadaku
Melihat kau terseok , menopang
Sayapmu luka tersayat
Aku sadar perutmu kosong
Ingin diisi keseimbangan
Ada yang membisikkan kepadaku
Paruh dan cengkramanmu tumpul
Sorot matamu hanya setajam pensil
Setiap hari kau dianggap suci , tetapi itu dahulu
Saat gagah dadamu ,ciutkan nyali dunia
Kepakkanmu getarkan semangat membara
Selasa, 27 September 2011
Arah
Berjalan santai ke ufuk timur
Langkah dipercepat menuju pusat khatulistiwa
Linglung melihat perdelapan jalan
Mulai panik, keringat mengucur
Tersesat tidak tau arah
Bekalpun tidak disiapkan
Mereka tahu esok banyak cobaan
Masih saja berjalan dada busung
Arah, arah,arah
Selalu terngiang di telinga
Sering tersesat, jauh
Padahal, tujuan jelas terang
Sampai akhir nafas
Bekal urung disiapkan
Jerit penyesalan
Getarkan akar pepohonan
Langkah dipercepat menuju pusat khatulistiwa
Linglung melihat perdelapan jalan
Mulai panik, keringat mengucur
Tersesat tidak tau arah
Bekalpun tidak disiapkan
Mereka tahu esok banyak cobaan
Masih saja berjalan dada busung
Arah, arah,arah
Selalu terngiang di telinga
Sering tersesat, jauh
Padahal, tujuan jelas terang
Sampai akhir nafas
Bekal urung disiapkan
Jerit penyesalan
Getarkan akar pepohonan
Rabu, 11 Mei 2011
550 Punggawa Rakyat Jelata ( dikala keadilan diperjualbelikan )
Tersaring lebih dari 250 juta kepala
Merasa bangga mewakilkan bangsa
Beratus juta kertas dihamburkan
Tak jarang cara curang di terjang
Berlindung dalam tempurung
Dalamnya megah kursi mewah
Tak sedikit rasa malu
Habis darah terhisap benalu
Tempurungmu pelndungmu
Kau seenaknya tutup dosamu
Kami tak percaya katamu
Manis di telinga, membunuh kalbu
Duduk bersama bagai arisan
Saat pidato tidur keenakan
Tak betah dirumah sendiri
Berbincang saja kesana kemari
Ditambah lagi konstruksi gedung tinggi
Semakin berat beban negri
Ibuku bilang, bos ayahku berpesan
Kerja dahulu baru dapat makan
Punggawa keadilan membangkang
Kalau tak makan tak ada keputusan
Sudah kenyang, jalan sempoyongan
Akhirnya ya.... ketiduran
Ruangan dingin , nyamuk enggan
Kepala naik turun, mata kunang - kunang
Sejenak kau berkuasa
Brankas rusak simpan uangmu
Mengapa tak mau berbagi
Jikalau itu terjadi
Damailah negri ini
Merasa bangga mewakilkan bangsa
Beratus juta kertas dihamburkan
Tak jarang cara curang di terjang
Berlindung dalam tempurung
Dalamnya megah kursi mewah
Tak sedikit rasa malu
Habis darah terhisap benalu
Tempurungmu pelndungmu
Kau seenaknya tutup dosamu
Kami tak percaya katamu
Manis di telinga, membunuh kalbu
Duduk bersama bagai arisan
Saat pidato tidur keenakan
Tak betah dirumah sendiri
Berbincang saja kesana kemari
Ditambah lagi konstruksi gedung tinggi
Semakin berat beban negri
Ibuku bilang, bos ayahku berpesan
Kerja dahulu baru dapat makan
Punggawa keadilan membangkang
Kalau tak makan tak ada keputusan
Sudah kenyang, jalan sempoyongan
Akhirnya ya.... ketiduran
Ruangan dingin , nyamuk enggan
Kepala naik turun, mata kunang - kunang
Sejenak kau berkuasa
Brankas rusak simpan uangmu
Mengapa tak mau berbagi
Jikalau itu terjadi
Damailah negri ini
Sedikit Dariku , Untuk Guruku
Keringatmu menetes basahi langkahmu
Bangun sebelum mentari tersenyum
Dengan penuh harapan, memaksa kesanggupan
Tatkala kau terkapar kesakitan
Ucapan terima kasih tak cukup
Trilyunan uang tak akan terbayar
Ribuan batang emas tak bisa memewahkan
Dibandingkan untuk setetes keringatmu yang jatuh
Keringat yang untuk kami
Menyegarkan sanubari
Ilmu yang kau turunkan
Tak akan kami sia-siakan
Berikan kelapangan hati , guru..
Berikan tutur lembut manismu, guru..
Limpahkan ilmu untuk kami, guru..
Elus kami dengan kasihmu, guru..
Presiden anak didikmu
Sarjana cucu darimu
Para ilmuan anak buahmu
Semuanya berasal darimu, guru..
Sedikit dariku , guruku
Yang jauh tak akan membayar jasamu
Ikhlaskan , doakan dan tuntun kami
Kami serayakan lantunan doa kepada Tuhan
Bangun sebelum mentari tersenyum
Dengan penuh harapan, memaksa kesanggupan
Tatkala kau terkapar kesakitan
Ucapan terima kasih tak cukup
Trilyunan uang tak akan terbayar
Ribuan batang emas tak bisa memewahkan
Dibandingkan untuk setetes keringatmu yang jatuh
Keringat yang untuk kami
Menyegarkan sanubari
Ilmu yang kau turunkan
Tak akan kami sia-siakan
Berikan kelapangan hati , guru..
Berikan tutur lembut manismu, guru..
Limpahkan ilmu untuk kami, guru..
Elus kami dengan kasihmu, guru..
Presiden anak didikmu
Sarjana cucu darimu
Para ilmuan anak buahmu
Semuanya berasal darimu, guru..
Sedikit dariku , guruku
Yang jauh tak akan membayar jasamu
Ikhlaskan , doakan dan tuntun kami
Kami serayakan lantunan doa kepada Tuhan
Rabu, 09 Maret 2011
Keadaan Paru-Paru Negeri Permadani
Lampu penerang bumi
Pancarkan terang sinarnya
Terlihat setapak jalan hitam
Panjang terbentang di kota ini
Gajah berkaki enam berjalan perlahan
Kuda kaki dua berlari kencang
Badak berkulit baja ikut berjalan
Tak jarang saling bersenggolan
Burung besi menghias udara
Getek berbaling arungi samudra
Ular tercepat melata di besi
Menghias kemewahan tempat ini
Banyak kotoran terbuang
Dihirup oleh makhluk kecil tanpa daya
Mengubah aroma busuk
Terpaksa di hirup
Lihat negeri permadani
Cahayanya redup tertutup kabut
Balok setinggi awan
Kokoh tegak menawan
Jangan tambah kerusakan negeri
Dengan seenaknya , hancurkan permadani
Jaga permata ini
Untuk raja dan bayi kecil nanti
Pancarkan terang sinarnya
Terlihat setapak jalan hitam
Panjang terbentang di kota ini
Gajah berkaki enam berjalan perlahan
Kuda kaki dua berlari kencang
Badak berkulit baja ikut berjalan
Tak jarang saling bersenggolan
Burung besi menghias udara
Getek berbaling arungi samudra
Ular tercepat melata di besi
Menghias kemewahan tempat ini
Banyak kotoran terbuang
Dihirup oleh makhluk kecil tanpa daya
Mengubah aroma busuk
Terpaksa di hirup
Lihat negeri permadani
Cahayanya redup tertutup kabut
Balok setinggi awan
Kokoh tegak menawan
Jangan tambah kerusakan negeri
Dengan seenaknya , hancurkan permadani
Jaga permata ini
Untuk raja dan bayi kecil nanti
Tak Kuat Ku Bersajak
Terus kau keduk bak sampah
Dengan sebilah besi tajam ujungnya
Keringat menetes matamu sayu
Harapkan sisa makanan mewah
Botol plastik, kardus robek
Menjadi bosmu setiap langkah
Aspal membara, bakar telapakmu
Tetapi, itulah jalan hidupmu
Mau tak mau kau jalani
Tak sedikit darimu , mengais
Kadang duduk bersimpuh
Memakai baju tak layak
Berkata dengan lemas
Tak ada harapan indah
Yang penting sesuap nasi di tangan
Mungkin tak tergambar di lukisanmu
Terbelenggu hidup dalam kenistaan
Dengan sebilah besi tajam ujungnya
Keringat menetes matamu sayu
Harapkan sisa makanan mewah
Botol plastik, kardus robek
Menjadi bosmu setiap langkah
Aspal membara, bakar telapakmu
Tetapi, itulah jalan hidupmu
Mau tak mau kau jalani
Tak sedikit darimu , mengais
Kadang duduk bersimpuh
Memakai baju tak layak
Berkata dengan lemas
Tak ada harapan indah
Yang penting sesuap nasi di tangan
Mungkin tak tergambar di lukisanmu
Terbelenggu hidup dalam kenistaan
Kamis, 17 Februari 2011
Ikat Dasimu Pada Tiang Hukum
Suara hilang jual diri
Pita tenggorokan putus ingin berdiri
Tidak perduli mati
Asal dapatkan kursi
Entah berfikir dari hati
Apa ingin mengejar dasi ?
Mulut manis tenangkan hati
Diam-diam sahabat korupsi
Setiap pagi berkata,” Taat hukum,karena kita bangsa hukum”
Sudah jadi teman orang berdasi
Rakyat sakit hati
Hukum selalu terinjaki
Jas hitam, mobil mersi
Tanpa bayar kesana kemari
Kurangkah yang kau dapati
Habis harta negeri ini
Jadi apa negeri ini
Jikalau semua tak perduli
Renungku tahan amarah hati
Saat dengar ingin naik gaji
Kau suruh kami patuh
Kau suruh kami benar
Kau sendiri angkuh
Kau sendiri onar
Sulit ku pahami
Mukamu di balik dasi
Kami taruh hati
Tetapi dikau khianati
Untuk apa ada kau
Kalau keadaan tambah kacau
Kami lelah seperti ini
Tak akan habis derita hati
Sesama berdasi kau lindungi
Sesama berdasi kau puji
Orang kecil kau penjarakan
Mati mereka mengenaskan
Pita tenggorokan putus ingin berdiri
Tidak perduli mati
Asal dapatkan kursi
Entah berfikir dari hati
Apa ingin mengejar dasi ?
Mulut manis tenangkan hati
Diam-diam sahabat korupsi
Setiap pagi berkata,” Taat hukum,karena kita bangsa hukum”
Sudah jadi teman orang berdasi
Rakyat sakit hati
Hukum selalu terinjaki
Jas hitam, mobil mersi
Tanpa bayar kesana kemari
Kurangkah yang kau dapati
Habis harta negeri ini
Jadi apa negeri ini
Jikalau semua tak perduli
Renungku tahan amarah hati
Saat dengar ingin naik gaji
Kau suruh kami patuh
Kau suruh kami benar
Kau sendiri angkuh
Kau sendiri onar
Sulit ku pahami
Mukamu di balik dasi
Kami taruh hati
Tetapi dikau khianati
Untuk apa ada kau
Kalau keadaan tambah kacau
Kami lelah seperti ini
Tak akan habis derita hati
Sesama berdasi kau lindungi
Sesama berdasi kau puji
Orang kecil kau penjarakan
Mati mereka mengenaskan
Sabtu, 08 Januari 2011
Untukmu Kekasihku
Tatapan matamu. .
Menusuk hatiku. .
Tetapi tusukan itu. .
Membawa cintaku beralih kepadamu. .
untukmu kekasihku. .
Jangan kau beranjak pergi dari hati ku. .
Senyumanmu , suaramu , dan getar cintamu. .
Telah mengisi hidupku yang mungkin tak berarti tanpamu. .
kekasihku. . Ku akan setia menjagamu. .
Menusuk hatiku. .
Tetapi tusukan itu. .
Membawa cintaku beralih kepadamu. .
untukmu kekasihku. .
Jangan kau beranjak pergi dari hati ku. .
Senyumanmu , suaramu , dan getar cintamu. .
Telah mengisi hidupku yang mungkin tak berarti tanpamu. .
kekasihku. . Ku akan setia menjagamu. .
Jumat, 07 Januari 2011
Selembar Ucapan
Tak ada kemilau permata ku berikan
Tak ada emas yang kau kenakan
Hanya untaian syair ini ku rangkaikan
Untukmu dan untuk kenangan
Roda waktu terus berjalan
Kau pun jauh tinggalkan belakang
Ku lihat kau siap menerjang
Menerjang hari esok yang akan datang
Pada hari ini…
Batang usiamu semakin meninggi
Jalan yang kau tempuh semakin berduri
Setialah jalanmu ikut hati
Ku berdoa pada Ilahi
Untuk jaga kau di hati ini
Agar kau selalu ceria menjalani
Hatimu dan hati ini
Hingga kelak mati
Tak lupa ku berpesan
Jadilah dirimu insan budiman
Yang taat perintah Tuhan
Tetap setia denganku sampai akhir zaman
Tak ada emas yang kau kenakan
Hanya untaian syair ini ku rangkaikan
Untukmu dan untuk kenangan
Roda waktu terus berjalan
Kau pun jauh tinggalkan belakang
Ku lihat kau siap menerjang
Menerjang hari esok yang akan datang
Pada hari ini…
Batang usiamu semakin meninggi
Jalan yang kau tempuh semakin berduri
Setialah jalanmu ikut hati
Ku berdoa pada Ilahi
Untuk jaga kau di hati ini
Agar kau selalu ceria menjalani
Hatimu dan hati ini
Hingga kelak mati
Tak lupa ku berpesan
Jadilah dirimu insan budiman
Yang taat perintah Tuhan
Tetap setia denganku sampai akhir zaman
Langganan:
Postingan (Atom)